Umat seharusnya tidak berdana makanan kepada bhikkhu setelah jam 12.00 siang. Hal ini dikarenakan para bhikkhu harus mematuhi peraturan kebhikkhuan untuk tidak mengambil makanan pada waktu yang tidak tepat ( yaitu setelah jam 12.00 siang sampai subuh keesokan paginya ). Bhikkhu juga tidak diperbolehkan menyimpan makanan mereka sendiri. Oleh karena itu, umat seharusnya berdana kepada bhikkhu pada rentang waktu yang tepat yaitu dari fajar ( pagi hari ) sampai pertengahan hari sebelum jam 12.00. Namun, tidak ada batasan waktu bagi umat untuk berdana keperluan obat-obatan kepada bhikkhu.
Buddha juga menetapkan peraturan bagi para bhikkhu untuk tidak mengambil makanan yang didanakan dengan cara yang tidak tepat. Untuk itu bagi umat yang berdana makanan seyogyanya berdiri atau berlutut dalam jarak yang cukup yang bisa di jangkau oleh lengan bhikkhu, artinya umat harus menghindari berdiri atau berlutut terlalu jauh.
Sesuai peraturan kebhikkhuan, setelah seorang bhikkhu makan dan menolak persembahan dana makanan selanjutnya, maka bhikkhu tidak diperbolehkan mengambil sisa makanan yang ada. Sehingga ketika umat mendanakan makanan, mohon untuk tidak bertanya kepada bhikkhu : “mau atau tidak mau”, atau apakah bhikkhu sudah “mengambil makanan yang cukup”.
Ketika mendanakan makanan, jika umat mengetahui bahwa bhikkhu tidak merespons atau bhikkhu menutup patta-nya, maka umat seharusnya tidak bersikeras untuk mendanakan makanannya.
Ketika mendanakan buah-buahan atau sayuran yang memiliki biji, maka dana makanan tersebut harus dibuat “layak makan” terlebih dahulu. Bhikkhu akan memegang buah atau sayuran tersebut dan berkata kepada umat : “Kappiyam karohi“, yang artinya : “Buatlah buah/sayuran ini layak makan.” Umat yang berdana harus menjawab : “Kappiyam, Bhante“, yang artinya : “Bhante, ini layak makan”.
Ada 5 cara untuk membuat dana makanan ( buah/sayur berbiji ) menjadi “layak makan”, yaitu :
1. Makanan tersebut sudah melalui proses pengapian ( atau sudah di masak )
2. Makanan tersebut di buat layak makan dengan pisau atau garpu, misalnya ditusuk atau membuat kulit buah tersebut terkelupas.
3. Makanan tersebut di dibuat layak makan dengan menggunakan kuku.
4. Tanaman/buah yang tidak memiliki biji, misalnya pisang, sudah termasuk layak makan.
5. Membuang biji buah / sayuran, misalnya membuang biji apel.
Makanan yang mungkin belum/tidak layak makan akappiya, adalah makanan mentah yang bila ditanam akan tumbuh, karena berbiji atau bisa tumbuh akar. Makanan tersebut seperti: jenis buah-buahan: semangka, jeruk, jambu, rambutan, anggur dll. Jenis sayur-sayuran: kangkung mentah, taoge mentah dan sayuran lain yang bisa tumbuh akar.
Bila terdapat banyak makanan yang harus di kappiya, pada saat mengerjakannya, makanan yang di kappiya itu harus berhubungan langsung ( saling melekat ) satu sama lain, agar tidak perlu melakukan kappiya satu persatu terhadap makanan-makanan tersebut. Dengan perlakuan demikian, berarti makanan tersebut telah layak makan kappiya, sehingga bhikkhu bisa memakannya dengan bebas, walaupun dengan sengaja atau tidak, telah menggigit pecah biji buah-buahan atau memakan sayur mentah ( lalapan ).
Bila makanan belum di kappiya, bila seorang bhikkhu menggigit pecah, makan lalapan atau umbi obat-abatan, ia telah melanggar vinaya pācittiya, karena dianggap telah merusak tumbuh-tumbuhan.
Bila bhikkhu tidak meminta untuk membuat makanan menjadi kappiya, ia telah melanggar vinaya dukkata, karena kelengahannya. Dan, bila ia menggigit pecah biji buah-buahan yang ia makan, maka ia telah melanggar vinaya dukkata dan pācittiya.
Kami menyambut dengan senang hati ibu/bapak/saudara sekalian yang ingin menitipkan dana dalam kegiatan kami, berdana makanan sehari-hari kepada Bhikkhu Sangha